Senin, 19 September 2011

TOKOH, PERKEMBANGAN AL-ASY’ARIYAH DAN AJARANNYA

A. TOKOH-TOKOH AL-ASY‘ARIYAH DARI GENERASI KE GENERASI
  1. Nama lengkap Al-Asy’ariyah adalah Abu Al-Hasan bin Isma’il bin Ishaq bin Salimbin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ary. Menurut beberapa riwayat, Al-Asy’ary lahir di Basrah pada tahun 260 H/878 M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/395 M. dan beliau merupakan pendiri paham Asy’arisme.
  2. Al-Baqilani (w. 401 H.) yang oleh sementara ahli dianggap sebagai pendiri kedua Asy’arisme. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn al-Tayyib ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqilani. Wafat tanggal 23 Zul Qa’dah 403 H/ 1013 M di Baghdad. Ia pernah menjadi hakim agung dan menonjol dalam berbagai pertemuan ilmiah, terutama dalam pembahasan usul fiqh dan ilmu kalam. Karya tulisnya sebanyak 55 kitab, namun yang dapat dijumpai hanya 6 kitab, yaitu al-Izaz al-Qur’an; Tamhid; al-Insaf; yang berisi petunjuk singkat pandangan aliran Sunni dan rincian bahasan tentang al-Qur’an tidak diciptakan, qadr, melihat Tuhan dan syafa’at. Manaqib, berisi pembelaan Sunni pada kedudukan pemimpin. Intinsar yang membahas kedudukan lafaz al-Qur’an. Dan al-Bayan yang membahas kenabian. Dari karya al-Baqilani mendapat gambaran yang jelas tentang perkembangan ilmu kalam Asy’ariyah, serta pemikiran pendahulunya seperti Ibn Furak, Abu Ishaq al-Isfarani dan al-Asy’ari sendiri. Kitab al-Luma’ karya al-Asy’ari menjadi jelas setelah disusun ulang oleh al-Baqilani. Ibn Taimiyyah menyebut al-Baqilani sebagai ahli ilmu kalam Asy’ariyah yang paling cemerlang, pembuka cakrawala pendahulu dan para pengikutnya.
  3. Al-Juwayni (w. 478 H.), yaitu guru dari Imam al-Ghazali. Nama lengkapnya adalah Abd al-Malik ibn Abdullah ibn Yusuf ibn Muhammad ibn Hayyuyah al-Juwaini. Ia lahir di Basitiskan, salah satu wilayah Khurasan, Persia tanggal 18 Muharram 419 H, dan wafat di daerah kelahirannya pada malam Rabu 25 Rabi’ al-Akhir 478 H. Tentang sebutan al-Juwaini diambil dari nama kota Jumain atau Kuwain yang terletak antara Bastam dan Naisabur, dan merupakan kebiasaan para sejarawan nama tokoh-tokoh tertentu dengan tempat kelahirannya, tempat menetap atau tempat wafatnya. Selain itu, ia juga bergelar al-Ma’ali, karena ilmunya mengenai masalah-masalah ke-Tuhanan (teologi) dipandang cukup mendalam dan kesungguhannya ke arah kejayaan agamanya. Kepandaian berargumentasi dalam mengungguli mitra dialognya dalam usaha menegakkan kebenaran dan membasmi kebatilan. Ia juga bergelar Imam Haramain, karena ia pernah menetap dan mengajar di Makkah dan Madinah, mendebat lawan-lawan serta memperkokoh sendi-sendi agama. Ia juga disebut Diya’uddin, karena ia mempunyai kelebihan dalam “menerangi” hati dan pikiran para pembela aqidah Islamiyah, dan karena itu tokoh-tokoh Ahl al-Sunnah dapat menangkis serangan dari para pengikut “golongan sesat” yang telah terjerumus dalam kesesatan. Adapun karya-karyanya tercatat berjumlah 27 kitab yang meliputi berbagai bidang, antara lain : fiqh, usul fiqh, pertentangan pendapat, tata cara tukar pikiran, aqidah, dan sebagainya. Dalam bidang aqidah, seperti kitab : Al-Irsyad ilaa Qawa’id al-Adillah fi Usul al-I’tiqad, Risalah fi Usul al-Din, al-Aqidah al-Nizamiyah, dan Lam’u al-Adillah fi Qawa’id Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah.
  4. Al-Ghazali nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali al-Thusi yaitu seorang yang asli dari Persia. Dia dilahirkakn pada tahun 450 H./1058 M. di Thus, sebuah kota kecil Khurasan, dan disini pula dia wafat dan dikuburkan pada tahun 505 H./1111 M. Setengah abad dari usia al-Ghazali dilaluinya dalam abad ke 5 H. hanya lebih kurang lima tahun dia sempat mereguk udaraabad berikutnya. Itulah masa hidup al-Ghazali yang dihabiskannya beberapa lama di Khurasan, Baghdad dan di Damaskus, al-Quds, Mekah, Mdinah dan tempat-tempat lain (tempat persinggahannya dalam pengembaraanya yang panjang untuk memenuhi tuntutan spiritualnya).

B. PERLUASAN PENGARUH AL-ASY‘ARIYAH
Selama sebelas abad dalam sejarahnya, aliran ini telah mengalami pasang surut dalam penyebarannya dan berfariasi dalam doktrinnya. Aliran ini muncul setelah Abu Al-Hasan Al-Asy’ary memaklumkan dirinya keluar dari Muktazilah, yang dianutnya sampai berusia 40 tahun, dan merumuskan sebuah teologi baru. Sejak saat itu, banyak umat Islam mengikutinya, karena dianggap sebagai suatu bentuk kesinambungan dari paham ortodoks, yang dianut mayoritas umat Islam.
Setelah Asy’arisme mendapat dukungan politik dan lembaga pendidikan, dua pranata sosial yang sangat besar peranannya dalam menyebarkan suatu ide, maka aliran ini dapat berkembang pesat. Dari segi poitik, dukungan pertama diperoleh dari Bani Saljuk yang berhasl menggulingkan Bani Buwayah pada tahun 1055 M. dan berkuasa di Baghdad sampai 1117 M. Akibatnya, aliran ini berkembang pesat di wilayah Irak dan Iran. Di wilayah Syria dan Mesir, penyebaran Asy’arisme mendapat dukungan politis dari Bani Ayyub, yang berkuasa di khawasan ini tetap sependapat dalam hal-hal yang dianggapnya sebagai agama yang harus diikuti.
Tahun 935 M al-Asyari wafat. Perjuangannya memperkuat paham Ahlus Sunnah wa al-Jamaah dilanjutkan oleh murid-muridnya. Di antarannya adalah al-Juwaini, al-Ghazali, dan al-Sanusi. Tahun 1028 M lahir seorang tokoh Asyariyah bernama Abdul Malik bin Abdu Hah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdullah bin Hayyuwiyah al-Juwaini al-Nisaburi, atau yang dikenal dengan Al-Juwaini. Ia menjadi pengajar di Madrasah Nizamiyah Nisyapur selama 23 tahun. Madrasah ini menjadikan teologi Islam aliran Asyariyah sebagai kurikulum resmi. Salah satu murid Al-Juwaini yang terkenal adalah Al-Ghazali
Tahun 1058 M. lahir Abu Hamid al-Ghazali, yang kemudian menjadi pembela aliran Asyariyah paling berpengaruh sepanjang sejarah pemikiran Islam. Al-Ghazali juga pernah menjadi guru di Madrasah Nizamiyah. Sejak saat itu aliran Asyariyah menyebar ke seluruh pelosok dunia Islam, dari Andalusia hingga Indonesia.
Tahun 1067 M Nizam al-Mulk, Perdana Menteri Dinasti Seljuk, mendirikan Madrasah Nizamiyah. Madrasah ini memiliki cabang di berbagai kota penting dalam wilayah kekuasaan Dinasti Abbasiyah.Tahun 1427 M. lahir tokoh Asyariyah yang lain, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf as-Sanusi. Imam yang satu ini, punya pengaruh yang besar di Indonesia, terutama konsepnya tentang sifat Allah dan Rasul-Nya.

C. ANALISA TERHADAP AJARAN AL-ASY‘ARIYAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEMAJUAN ISLAM
Metode yang dipergunakan Asy’ary berbeda dengan aliran Muktazilah dan Salaf, dan bisa dilatakan sebgai sintesa antara keduanya. Al-Asy’ary mengambil yang baik dari metode rasional Muktazilah dan tekstula Salafisme, sehingga dai mempergunakan akal dan naqal secara seimbang : mempergunakan akal secara maksimal tetapi tidak sebebas Muktazilah dalam mempergunakannya, dan menggunakan naqal dengan kuat tetapi tidak seketat Salafisme dalam menolak akal untuk menjamahnya.
Formulasi pemikiran Al-Asy’ary, secara esensial, menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodoks ekstrim disatu sisi dan Muktazilah di sisi lain. Dari segi etosnya, pergerakan ini memiliki semangat ortodoks. Aktualitas formulasinya jelas menampakan sifat yang reaksionis terhadap Muktazilah, sebuah reaksi yang tidak dapat dihindarinya.
Diantara ajaran-ajaran dari Al-Asy’ariyah yaitu mengenai :
1.Tuhan dan sifat-sifatnya
Allah memiliki sifat-sifat seperti yang disebutkan dalam al-qur’an dan hadits Nabi, sepeti mempunyai tangan dan kaki dan tidak bleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis. Sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengan Allah sendiri, tetapi sejauh menyangkut realitasnya (haqiqah) tidak terpisah dari esensi-Nya.
2. Kebebasan dalam berkehendak
Mereka membedakan antara khalid dan kasb. Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (mukhtasib). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).
3. Akal dan wahyu dan keriteria baik dan buruk
Mereka mengutamakan wahyu. Dalam menentukan baik dan buruk, mereka berpendapat bahwa segala baik dan buruk harus berdasarkan wahyu.
4. Qadimnya al-qur’an
Mereka mengatakan bahwa walaupun al-qur’an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.
5. Melihat Allah
Mereka yakin bahwa Allahdapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat dilihat atau bilamana Ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.
6. Keadilan
Pada dasarnya mereka berpendapat bahwa Allah itu adil. Tapi Allah tidak memiliki keharusan apapun karena Ia adalah penguasa mutlak.
7. Kedudukan orang berdosa
Pendapat mereka bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tiadk mungkin hilang karena dosa, kecuali kufr.
Dijelaskannya bahwa ushuluddin atau pokok agama itu ada empat, yaitu mengenai At-tauhid yaitu mengakui satu Tuhan yakni Allah SWT. An-nubuwah yaitu Nabi Muhammad itu adalah Rasul Allah dan merupakan Nabi penutup para Nabi. Al-mi’ad yaitu keyakinan tentang adanya hari akhir dengan segala persoalan-persoalan yang tersebut dalam qur’an seperti hisiab, mizan, kitabah, adanya shirat, dan adanya surga dan neraka. Dan yang terakhir mengenai perintah yang tegas, yang wajib dikerjakan (amar) dan adanya larangan yang tegas yang harus dijauhkan (nahi).
Semua persoalan di atas tidak dibantah oleh satu mazhab pun juga, baik oleh ahli sunnah wal jama’ah maupun Syi’ah karena semua itu termasuk ushuluddin.