Sabtu, 03 Oktober 2009

B. Iman Dalam Kehidupan Kekhalifahan
Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Rasulullah saw berkata, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan masing-masing kalian bertanggungjawab terhadap orang yang dipimpinnya”. Redaksi yang dipotongkan dari hadis agak panjang ini menunjukkan bahwa Islam menaruh perhatian yang sangat besar terhadap masalah kepemimpinan. Bahkan dalam skala yang paling kecil sekali pun, yakni keluarga. Lalu, jika di dalam keluarga saja sudah harus ada pemimpinnya, konon lagi dengan masyarakat dan bangsa. Inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh para ulama yang menegaskan kewajiban adanya pemimpin dalam masyarakat Muslim. Bahkan, andaikata pun tidak ada hadis ini, umat manusia tetap membutuhkan pemimpin. Sebab, sejarah umat manusia membuktikan bahwa, di belahan dunia manapun, sepanjang di situ terdapat suatu komunitas, pasti mereka membutuhkan pemimpin.
Istilah Imam (pemimpin) lazimnya digunakan dalam dua hal: Imam dalam shalat, dan Imam dalam kehidupan sosial-politik. sebagaimana halnya kepemimpinan dalam bidang sosial-politik, kepemimpinan dalam shalat pun mempunyai syarat-syarat tertentu. Menurut Rasulullah saw, imam shalat haruslah orang yang paling takwa di antara orang-orang yang akan melaksanakan shalat saat itu. Jika saat itu ada beberapa orang yang memiliki ketakwaan setara, maka seleksi berikutnya ditentukan oleh bacaan mereka. Artinya, yang harus menjadi imam adalah orang yang paling baik bacaannya. Jika dalam bidang yang satu ini masih terdapat kemampuan yang setara, maka yang dipilih adalah yang paling senior. Untuk sahnya shalat berjama`ah syarat-syarat tersebut harus dipatuhi. Sayangnya, dewasa ini kaum Muslim sering mengabaikannya. Dalam salat Jum`at, misalnya, pengurus masjid lebih mengutamakan kecakapan berkhutbah seorang imam daripada syarat-syarat di atas.
beralih pada kepemimpinan sosial-politik. Jika imam shalat berfungsi membawa jama`ah menuju shalat yang sempurna, maka kepemimpinan siosial-politik pun demikian. Ia harus membawa masyarakatnya menuju kehidupan yang terus meningkat dan semakin baik. Yakni, menuju ke depan (‘amam). sang pemimpin adalah orang pertama yang harus memberi teladan ke arah itu. keinginan bagi terwujudnya suatu masyarakat yang bersih dari korupsi, misalnya, harus dimulai dari diri para pemimpin.
Di sinilah masyarakat atau rakyat dituntut kepandaiannya dalam memilih pemimpin mereka, khususnya ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukan pemilihan langsung. Rakyat harus benar-benar memilih pemimpin yang bersih, dan itu dapat mereka lihat dari track record para calon pemimpin mereka. Karena fungsinya adalah membawa ummat (masyarakat, rakyat) menuju ke depan, maka seorang pemimpin berfungsi sebagai uswah (teladan) bagi orang-orang yang dipimpinnya. Artinya, jika dia harus membawa orang-orang yang dipimpinnya itu menuju perkembangan yang lebih baik, maka dia harus menjadi teladan tentang bagaimana menjadi orang yang baik.
Ada beberapa hal yang menyebabkan kaum Muslim sering melakukan kesalahan dalam memilih pemimpin. Pertama, mereka tidak mengerti tentang syarat-syarat bagi seorang pemimpin. Kedua, tidak ada orang yang memenuhi syarat untuk dipilih menjadi pemimpin, sehingga mereka terpaksa memilih dari yang ada, atau memilih “untuk tidak memilih�. Ketiga, karena bujuk-rayu (money politics) atau intimidasi. Tetapi, apa pun juga pilihan yang kita ambil, ada satu hal yang harus selalu diingat.

C. Iman Dalam Kehidupan Politik
Dengan iman umat Islam generasi pendahulu mencapai kejayaan berhasil merubah keadaan duni dari kegelapan menjadi terang benderang. Dengan iman masyarakat mereka menjadi masyarakat adil dan makmur. Dengan Iman pula kehidupan ppolitik akan aman, semua masyarakat dan kompenen bangsa menggunaka etika (akhlak) isalm dalam kehidupan politik sehingga kehidupan politik-pun tenang tentram dan damai.

Dalam berpolitik Islam mempunyai kode etik yang tujuannya agar para poilitisi yang berpolitik benar-benar mewujudkan kemaslahatan umat, bukan sekedar mengejar kepentingan pribadi atau golongan. Diantaranya dalah :
 Berpolitiklah karena ingin mencari ridlo dari Allah. Jangan sekali-kali berpolitik demi kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
 Fikirlah segala tindak tanduk dalam berpolitik, apakah akan berdampak pada umat atau tidak.
 Bermusyawaralah setiap ada persoalan dan satu pihak tidak memaksakan kehendaknya kepada pihak lain.
 Saling kontrol-mengontrol denga bahasa yang baik dan mudah dipahami dan tidak menembak lawan politik dengan bahasa yang memanaskan suasana. Bila terpaksa harus mengadu argumen (mujadalah) dengan lawan politik lakukanlah dengan cara-cara yang baik, sopan dan tidak menghina lawan yang kalah dalam berargumen.
 Tidak terlalu mengkultuskan pimpinan, bersikaplah kritis apa yang benar dikatakan benar dan yang salah dikatakan salah.
 Dalam memberikan penilaian terhadap lawan politik harus proporsional. Bila lawan politik ada keberhasilannya harus diakui, tetapi apabila ada kegagalannya juga harus diungkapkan tetpai tidak sekali-kali melebih-lebihkan, dengan memandang kebaikannya saja atau keburukan-keburukannya saja.
 Tidak bersekutu untuk melakukan perbuatan kemaksiatan. Lebih baik berpindah dari kelompok jika kelompok yang ditempatin sudah mulai melenceng dari kebenaran.
 Setelah memperoleh kemenangan dalam berpolitik beristigfarlah dan bertasybihlah, jangan berlarut dari euphoria politik karena kemulian dan kekuasan hanya milik Allah SWT semata.

manifestasi imandalm berbagai kehidupan

A. Pengertian Iman
Iman sama dengan cinta yang sangat kepada allah.
Menurut bahasa ialah “percaya”,yaitu mempercayai ke-Esa-an Allah dengan segala sifat-sifatnya yang sempurna. Untuk memantapkan kepercayaan tersebut, perlu iman yang benar dan tauhid yang betul. Sesungguhnya iman bukanlah sekedar percaya saja, melainkan juga harus membuktikan dengan amal perbuatan tyang nyata.
Iman secara etimologis berasal dari kata aamana - yu’minu berarti tasdiq yaitu membenarkan mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah “Membenarkan dgn hati diucapkan dgn lisan dan dibuktikan dgn amal perbuatan.”
Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis Sunnah.” Yakni Ucapan diiringi dgn ketulusan niat dan dilandasi dgn berpegang teguh kepada Sunnah.
Syaikhul Islam menyatakan, “Pokok keimanan itu di dalam hati, dan Iman itu adalah ucapan hati dan amalannya yang ditetapkan dengan pembenaran, kecintaan dan ketundukan. Keimanan yang bersemayam di dalam hati harus menampakkan konsekuensi dan kebutuhannya terhadap anggota tubuh. Jika tidak melaksanakan konsekuensi dan kebutuhannya, menunjukkan ketiadaan atau kelemahan iman.
Prilaku orang-orang yang beriman dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
 Memiliki rasa persaudaraan yang besar antara sesama muslim, dan mendamaikan jika terjadi konflik diantaranya.
 Memiliki jiwa yang reformasi dan membangun. Selalu berusaha untuk berbuat yang baik-baik saja, serta berusaha memperbaiki apapun yang melenceng dari lingkungan sekitarnya dan tidak ada keinginan pada dirinya untuk berbuat sesuatu yang menyebabkan kerusakan.
 Orang yang beriman akan selalu menjaga perkataannya, tidak akan mengeluarkan perkataan-perkataan yang menimbulkan kekacauan dalam masyarakat, bila berdasarkan pengalaman perkataannya itu menimbulkan kekacauan, maka sebaiknya ia diam saja.
 Orang yang beriman tidak akan melakukan tindakan menyengsarakan (mendzalimi) orang lain.
 Orang yang beriman memiliki rasa solidaritas yang tinggi, sehingga dalam menghadapi segala permasalahan mereka akan saling bantu-membantu, bahagi-membahagiakan dan saling selamat-menyelamatkan.
Iman itu adalah sumber ketenangan dan kedamaian bagi setiap orang, kerana ia sejalan dengan fitrah dan seiring dengan tabiatnya. Ia adalah sumber kebahagiaan bagi masyarakat, kerana ia mengukuhkan ikatan-ikatan masyarakat, merapatkan tali kekeluargaan dan membersihkan perasaan-perasaan, dan dengan itu semua masyarakat meningkat menggapai kemuliaan (fadhilah). Dan fadhilah itu adalah nikmat kerelaan dalam segala hal, dalam kondisi lapang atau sempit, mudah atau sulit serta manis ataupun pahit.